Sabtu, 05 Juni 2010

Salat Tanpa Ilmu

Aku hidup di kampung yang ketika itu masih sedikit orang yang mengerjakan salat. Jangankan anak-anak seperti aku yang baru berumur 8 tahun, orang tua pun masih banyak yang belum melaksanakan salat, mungkin belum tahu ilmunya. Aku katakan belum tahu ilmunya karena di kampungku tidak ada ustaz. Ada guru agama di sekolahku pun diperkirakan tahun 1960, ketika aku kelas dua SD.
Aku ke masjid ketika bulan Puasa. Salat ikut-ikutan saja, tanpa ilmu. Gerakannya pun belum benar apalagi bacaannya.
Selesai salat, kami wiridan. Aku ikutan mengucapkan banlos 33 kali, durilam 33 kali, dan bakbar 33 kali. Entahlah, berapa lama aku mengucapkan lafal seperti itu.
Kuingin sekali bertanya tentang arti yang biasa diucapkan sehabis salat itu.
"Ma, artinya banlos, apa?" tanyaku kepada Ema dengan rasa penasaran.
"Hah, banlos?" Ema balik tanya.
"Ya, kalau habis salat kan baca:'banlos 33 kali, durilam 33 kali, dan bakbar 33 kali', artinya apa?" jawabku dengan pertanyaan pula.
Ema dan kakak-kakak perempuanku tertawa terpingkalp-pingkal. Abah
mah gak pernah tertawa ngakak, paling senyum doang.
Ema menerangkan bahwa sehabis salat membaca subhanalloh 33 kali, bukan banlos. Alhamdulillaah 33 kali, bukan durilam. Allaahu Akbar 33 kali, bukan bakbar.
Tapi aku tetap percaya kepada pendengaranku, bahwa bacaan yang benar itu sehabis salat, adalah lafal: banros, durilam,dan bakbar, masing-masing 33 kali.
"Kedengarannya banlos karena mengucapkan subhanallaah terlalu cepat. Begitu juga kedengarannya durilam karena mengucapkan Alhamdulillaah terlalu cepat. Allaahu Akbar kedengaran bakbar karena diucapkan terlalu cepat pula." kata kakakku yang sudah biasa mengucapkannya sehabis salat.

Pertanyaan:
Tuliskan amanat yang terkandung dalam cerita itu?

Jawaban Anda dikirimkan kepada Sahman Sabirin dengan alamat email: sahmansabirin@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar